Saturday, February 1, 2014

Tinjauan Pustaka Replanting Kelapa Sawit


Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit


Direktorat Jenderal Perkebunan (2010) menyatakan, pengelolaan praktis yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit umumnya bertujuan untuk mencapai keuntungan maksimal. Peremajaan merupakan upaya pengembangan perkebunan dengan melakukan peremajaan tanaman yang sudah tidak produktif dengan tanaman baru baik secara keseluruhan maupun bertahap. Peremajaan kelapa sawit juga terkait erat dengan upaya peningkatan produksi suatu kebun.
Dari segi pengusahaan, suatu kebun kelapa sawit dianggap sudah tua jika berumur sekitar 20 sampai 25 tahun dan perlu diremajakan. Peremajaan tanaman (replanting) dilakukan agar hasil produksi kebun sawit tidak menurun secara drastis. Pada tahap ini diperlukan perencanaan yang matang dan terperinci untuk menghindari terjadinya kerugian selama kegiatan peremajaan. Mengatasi hal tersebut, peremajaan dapat dilakukan secara bertahap dengan membagi areal tanaman tua menjadi beberapa wilayah pengerjaan. Tahapan peremajaan tanaman kelapa sawit meliputi kegiatan penumbangan tanaman lama, pencacahan cabang dan batang, perumpukan, penanaman tanaman penutup tanah (LCC), pemancangan, konservasi tanah, pembuatan lubang tanam, dan penanaman bibit tanaman kelapa sawit (Mangoensoekardjo dan Semangun 2005).
Program peremajaan setiap tahun sekitar 4% dari total luas tanaman agar luas tanaman belum menghasilkan (TBM) tidak lebih dari 12% dari total seluruh areal tertanam. Hal ini dilakukan agar tandan buah segar (TBS) yang diolah pabrik kelapa sawit (PKS) tetap stabil. Peremajaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang mengacu pada keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karyawan serta mencegah dan menanggulangi terjadinya polusi terhadap lingkungan dengan penerapan konsep tanpa pembakaran (zero burning) ( Tim MCAR 2007).

Penumbangan Tanaman Lama

Menurut Mangoensoekardjo dan Semangun (2005), pohon-pohon kelapa sawit yang akan ditumbangkan terlebih dahulu selanjutnya diracun dengan herbisida paraquat atau diquat sebanyak 50 sampai 75 ml/pohon yang dimasukkan atau disuntikkan ke dalam lubang yang dibuat dengan bor atau kampak di sekeliling atau melingkar pangkal batang setinggi 1 m dari permukaan tanah.
Setelah empat minggu dan daun-daun kelapa sawit mengering, selanjutnya dilakukan “pangkas akar”. Pangkas akar adalah pemotongan akar-akar kelapa sawit berukuran besar yang berada dekat pangkal batang dan dekat permukaan tanah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah tanaman kelapa sawit terbongkar dari permukaan tanah pada saat penumbangan.
Penumbangan cukup mudah dilakukan karena tanaman kelapa sawit bukan merupakan tanaman dengan akar tunggang. Sebagai tanaman yang berasal dari famili Palmae, kelapa sawit memiliki akar serabut. Penumbangan dapat dilakukan dengan alat berat yang pada tahap ini biasanya digunakan excavator yang dilengkapi dengan alat pencacah (chipper).

Pencacahan Cabang dan Batang

Kegiatan pencacahan merupakan kegiatan membagi batang sawit menjadi beberapa bagian bongkahan dengan ketebalan sekitar 15 sampai 20 cm. Tujuan dari pencacahan ini adalah mempermudah serta mempercepat proses pembusukan (dekomposisi) sehingga biomassa sawit dapat dimanfaatkan kembali menjadi pupuk bagi tanaman baru. Selain itu pencacahan juga bermanfaat untuk mencegah datangnya hama seperti kumbang. Kumbang akan cepat menyerang pada batang yang ditumbangkan dalam kondisi utuh.   
Proses pencacahan ini cukup mudah dilakukan karena kondisi batang yang masih segar dan basah. Alat mesin yang digunakan yaitu excavator dengan kapasistas 20 ton yang dilengkapi dengan alat chipping bucket (Fadhilla 2011).

 

Perumpukan

Fadhilla (2011) menyatakan, perumpukan merupakan kegiatan mendistribusikan hasil cacahan sehingga dapat merata dan teratur. Tujuan dari perumpukan adalah memastikan hasil dekomposisi biomassa dapat bermanfaat secara merata. Pada kegiatan ini, alat mesin yang digunakan yaitu excavator dengan kapasitas 20 ton yang dilengkapi dengan alat chipping bucket.

Penanaman Tanaman Penutup Tanah (Legume Cover Crop/LCC)

Pada pola tanam monokultur sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
Penanaman LCC pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tumbuhan pengganggu atau gulma (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008).
Tanaman kacangan penutup tanah (LCC) merupakan salah satu jenis tanaman agensia pengendali hayati (APH) yang ditanam di areal penanaman baru. Secara umum digunakan campuran jenis kacangan Calopogonium mucunoides (CM), Pueraria javanica (PJ), Centrocema pubescens (CP), dan Caloppgonium caerelium (CC). Penanaman LCC yang dianjurkan menggunakan jenis kacangan Mucuna brachteata (MB) karena memiliki pertumbuhan yang cepat, yaitu ± 20 cm/hari (Tim MCAR 2007).

Pemancangan

Pemancangan dimaksudkan untuk memberikan tanda-tanda guna pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak tanam yang telah direncanakan. Selain itu, pemancangan juga digunakan sebagai acuan untuk pembuatan jalan, parit, teras atau tapak kuda, dan penanaman kacang-kacangan penutup tanah (Pahan 2012).

Konservasi Tanah

Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan, konservasi tanah dilakukan untuk mengatur drainase dan mencegah erosi terutama pada daerah-daerah yang miring. Drainase buruk akan mengganggu ketersediaan unsur hara dan perkembangan akar. Sedangkan erosi menyebabkan tanah lapisan atas terdegradasi sehingga miskin unsur hara dan memunculkan sub soil ke permukaan. Beberapa tindakan dalam konservasi tersebut adalah pembuatan teras kontur, teras individu, benteng kontur, rorak, dan parit (sistem drainase).


Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam untuk kelapa sawit dibuat dengan ukuran panjang x lebar x kedalaman lubang tanam (60 cm x 60 cm x 60 cm). Tetapi ada juga yang berukuran 50 cm x 40 cm x 40 cm. Pada saat menggali, tanah atas diletakkan di sebelah utara dan tanah bawah diletakkan di sebelah selatan lubang. Ajir ditancapkan di samping lubang dan bila lubang telah selesai dibuat, ajir ditancapkan lagi di tengah-tengah lubang (Setyamidjaja 2006).
Menurut Pahan (2012), pembuatan lubang tanam dapat dilakukan secara manual dan mekanis dengan menggunakan alat post hole digger (PHD). Sistem tanam yang dianjurkan yaitu membuat lubang tanam satu bulan sebelum masa tanam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemasaman tanah dan mengontrol ukuran lubang yang dibuat. Pengontrolan ukuran ini perlu dilakukan karena ukuran lubang tanam merupakan salah satu aspek penting dalam perkebunan kelapa sawit.

Penanaman Bibit Kelapa Sawit

Pola tanam kelapa sawit berbentuk segi tiga sama sisi pada areal rata atau datar sampai bergelombang. Sementara pada areal berbukit dengan sudut kemiringan lebih dari 1200 perlu dibuat teras kontur dengan jarak tanam sesuai ketentuan (violle lining). Penanaman bibit kelapa sawit merupakan salah satu tahapan yang penting pada proses peremajaan karena investasi yang sebenarnya dari perusahaan perkebunan yaitu bibit yang ditanam di lapangan. Pokok yang ditanam akan menentukan produksi selama satu generasi yang akan datang        (25 sampai 30 tahun) (Pahan 2012).
Waktu tanam yang dilakukan pada saat tanah cukup lembab agar akar dapat berkembang baik setelah penanaman. Sebagai upaya untuk menyiasati hal ini, biasanya sehari sebelum bibit ditanam, bibit di dalam polybag disiram dengan air. Hal ini dilakukan agar bibit tidak mengalami stres lingkungan. Apabila tanah lembab, maka akar akan mampu menyesuaikan dengan lingkungan                  (Tim Bina Karya Tani 2009).
Nildayanti (2011) menyatakan, agar bibit kelapa sawit yang ditanam memiliki cukup hara saat tanam dan menghidari serangan cendawan Ganoderma sp. lubang tanam harus diberikan pupuk Rock phospate, Tricodherma, dan Mikoriza. Pemberian fungi Mikoriza arbuskular (FMA) memiliki pengaruh yang luas terhadap patogen dan mikrob non-patogenik di dalam tanah. Selain berpotensi dalam pengendalian hayati, juga mampu meningkatkan penyerapan hara esensial terutama fosfor (P) oleh akar tanaman. Selain itu, FMA mampu meningkatkan kandungan klorofil dan zat perangsang tumbuh, sehingga tanaman terhindar dari stres lingkungan terutama saat dipindahkan ke lapangan.
Menurut Sunarko (2007), proses penanaman bibit kelapa sawit di lapangan yaitu, sayat polybag dari dasar ke atas, lalu keluarkan bibit, masukkan bibit ke dalam lubang dengan posisi tegak lurus, masukkan tanah galian bagian atas terlebih dahulu, lalu tanah galian bagian bawah hingga membentuk gundukkan setinggi 5 cm, padatkan tanah di sekitar tanaman agar tertanam kokoh, kemudian dibuat piringan dengan jari-jari 50 cm. Piringan harus bebas gulma, sisa pupuk ditaburkan di piringan, lalu ajir ditancapkan dan bekas polybag digantung pada ujung ajir sebagai penanda bahwa polybag telah dilepaskan dan untuk memudahkan pengawasan, keadaan tanaman diperiksa 3 sampai 4 hari setelah tanam (HST), kegiatan ini untuk memastikan tidak ada tanaman yang miring atau lubang tanah belum terisi penuh.
Pada daerah areal rendahan yang rentan tergenang air saat musim hujan, tanah disekitar pokok tanaman harus ditinggikan (pungguhan) setelah penanaman selesai. Hal ini bertujuan untuk mencegah akar tanaman tidak tergenang dalam waktu lama yang dapat memicu terjadinya pembusukan akar (Tim MCAR 2007).





DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Pedoman Umum: Program Revitalisasi Kebun (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao). Jakarta (ID): Sekretariat Direktorat Jendral Perkebunan.
__________________________2011. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta (ID): Sekretariat Direktorat Jendral Perkebunan.
Fadhilla F. 2011. Analisis kelayakan finansial proyek penanaman kembali kebun sawit sebagai upaya mengurangi deforestasi. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mangoensoekardjo S, Semangun H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Nildayanti. 2011. Peran bakteri kitinolitik dan fungi mikoriza arbuskular dalam pengendalian busuk pangkal batang kelapa sawit. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.  
Pahan I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Setyamidjaja D. 2006. Seri Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sukamto ITN. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktifitas dan Mutu Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya & Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Bandung (ID): Yrama Widya.
Tim MCAR. 2007.  ########################################################