Monday, March 3, 2014

PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT



Latar Belakang

   Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas terbesar negara Indonesiayang telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai sektor dalam menjalankan perekonomiandi Indonesia. Jika ditelusuri lebih lanjut, Indonesia masih dalam peringkatkedua pengusahaan terbanyak lahan kelapa sawit di dunia setelah Malaysia. Halini dapat diwujudkan karena sebagian besar lahan Indonesia sangat cocok untukpertanian kelapa sawit. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2005 sebesar 5 453 817 ha sedangkan pada tahun 2011 luas arealnya sebesar 8 992 824 ha. Jadi, ada peningkatan sebesar 64.89% luas areal perkebunan kelapa sawit dari tahun 2005 hingga tahun 2011. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2012, produksi tanaman kelapa sawit selama empat tahun terakhir juga ada peningkatan, pada tahun 2008 sebesar 17 539 788 ton dan pada tahun 2012 naik menjadi 26 015 518 ton sedangkan produktivitas kelapa sawit pada tahun 2008  sebesar 3 424 kg/ha naik menjadi 3 722 kg/ha pada tahun 2012.
   Kelapa sawit memiliki banyak peran dalam menjalankan kehidupan manusia. Produk akhir kelapa sawit banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti minyak goreng, sabun, mentega dan keperluan lain bahkan bahan mentah seperti CPO juga sering diekspor ke luar negeri untuk digunakan sebagai bahan baku industri. Selain itu, pengolahan lebih lanjut minyak kelapa sawit sangat berguna untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Minyak kelapa sawit juga merupakan minyak nabati yang sangat bermanfaat karena susunan dan kandungan gizi yang dimiliki sangat lengkap.
   Kebutuhan terhadap kelapa sawit menjadikan sektor ini sebagai  prospek yang cerah untuk dikembangkan sehingga diperlukan keterampilan dalam mengelola dan memanfaatkan kelapa sawit agar sesuai dengan yang diharapkan. Banyak aspek yang perlu diperhatikan dan dipelajari lebih lanjut dalam pengelolaan kelapa sawit.
   Pertumbuhan dan perkembangan sangat perlu diperhatikan dalam mengelola kelapa sawit baik dari faktor tanah maupun kebutuhan hara yang cukup, hal ini juga akan menentukan tingkat produksi kelapa sawit. Tingkat produksi yang tinggi dapat diwujudkan jika kebutuhan hara kelapa sawit terpenuhi. Dalam hal ini, manajemen pemupukan sangat berperan penting. Manfaat pemupukan adalah melengkapi persediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan pada akhirnya tercapai daya hasil (produksi) yang maksimal. Pupuk juga menggantikan unsur hara yang hilang karena pencucian dan terangkut (dikonversi) melalui produk yang dihasilkan (TBS), serta memperbaiki kondisi tanah agar baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit.


Pemupukan

            Pemupukan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu investasi penting pengusahaan tanaman kelapa sawit guna pencapaian produksi tandan buah segar (TBS) yang setinggi-tingginya dan ekonomis. Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif sehingga diperoleh hasil yang maksimal (Hartanto 2011). Menurut Sastrosaryono (2003) hasil penelitian menunjukkan pemupukan mutlak dilakukan karena secara nyata bisa meningkatkan produksi dan tetap menjaga stabilitas tanaman.
            Pemupukan merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman. Dengan adanya pemupukan, tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal. Namun, sekadar melakukan pemupukan tidaklah cukup. Tidak sedikit orang yang kecewa karena tanamannya tetap kurus meski sudah dijejali berbagai macam pupuk. Adapula tanaman yang tumbuh subur, tetapi tak kunjung berbuah. Kalaupun bisa berbuah, buahnya tak mampu bertahan sampai siap panen. Bahkan, tak jarang ada tanaman yang mati setelah dipupuk. Intinya pemupukan akan sia-sia jika tidak melalui prosedur yang benar (Agromedia 2007).
            Efesiensi pemupukan perlu mempertimbangkan hubungan antara unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Efisiensi pemupukan dapat dihitung berdasarkan kenaikan bobot kering biomassa untuk setiap satuan bobot unsur hara dalam bahan pupuk. Selain itu, efisiensi pemupukan juga dapat ditaksir berdasarkan jumlah unsur hara yang diserap tanaman dari setiap satuan jumlah unsur hara yang ditambahkan (Lubis dan Widanarko 2011). Jumlah unsur hara yang ditambahkan melalui pupuk harus memperhitungkan kehilangan hara akibat pencucian, penguapan, penambahan hara dari tanaman penutup tanah (cover crop), hara yang terikat dari udara, serta potensi fisik dan kimia tanah (Sastosaryono 2003).

Aspek pemupukan tanaman kelapa sawit menghasilkan

            Apabila pemupukan dilakukan dengan cara yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerugian oleh sebab itu, pemupukan harus dilaksanakan secara efektif dan efesien (Pahan 2008).
            Hal yang dilakukan sebelum pemupukan adalah pengambilan contoh daun. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan contoh yang mewakili, mempersiapkan contoh daun dengan baik untuk dikirim ke laboratorium, menganalisis daun dengan jenis defisiensi hara (N, P, K, atau Mg) sebagai acuan rekomendasi pemupukan yang tepat (Pahan 2008). Sunarko (2009) menyatakan kegiatan pemupukan harus memperhatikan beberapa prinsip yaitu, tepat jenis, tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah (dosis).
Jenis pupuk untuk tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan  ke dalam beberapa jenis. Pertama, pupuk tunggal. Jenis pupuk ini digolongkan ke dalam pupuk yang  hanya mengandung satu jenis hara utama yaitu N, P,K , Mg, dan Ca. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang paling umum dalam pemupukan kelapa sawit, utamanya untuk tanaman menghasilkan. Pupuk N yang umum digunakan adalah urea, pupuk P yang umum untuk tanaman kelapa sawit adalah Rock Phospate (RP), sumber K yang banyak digunakan adalah pupuk MOP (KCL), dan hara Mg yang banyak dipakai adalah Dolomit. Jenis pupuk kedua adalah pupuk campuran. Beberapa pupuk tunggal dapat dicampur menjadi pupuk campur untuk memperoleh kebutuhan hara secara khusus dan mengurangi biaya aplikasi. Keuntungan pupuk campur adalah bahwa seluruh kebutuhan hara yang diperlukan tanaman dapat diberikan dalam satu rotasi pemupukan. Jenis pupuk yang ketiga adalah pupuk majemuk/tablet. Pupuk majemuk berisi beberapa unsur hara yang dikombinasikan dalam satu formulasi. Keuntungan aplikasi pupuk majemuk adalah bahwa semua unsur hara utama diaplikasikan dalam satu rotasi pemupukan. Jenis pupuk yang terakhir adalah pupuk yang paling lambat tersedia atau pupuk organik (Hartanto 2011).
Berdasarkan waktu pemupukan, pemupukan biasanya dilakukan sebanyak dua kali per tahun, yakni pada awal musim hujan (Oktober) dan akhir musim hujan (April). Setiap jenis pupuk memiliki waktu pengaplikasian yang berbeda. Pupuk Rock phosphate (RP) tidak boleh diberikan bersamaan dengan pupuk lainnya. Pupuk ZA, MOP, dan Kieserite diberikan dalam waktu hampir bersamaan. Perbedaan waktu antara pemberian pupuk ZA dan Rock Phosphate (RP) sekitar satu bulan. Pupuk ZA sebaiknya diberikan setelah aplikasi pupuk RP Sunarko (2009).
Menurut Hartanto  (2011) cara pemberian pupuk harus diperhatikan secara saksama agar pemupukan dapat terlaksana secara efisien. Pemberian pupuk pada tanaman menghasilkan (TM) harus dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis pupuknya untuk mencapai maksud tersebut. Cara penaburan yang dilakukan pada pupuk N, pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai jarak 50 cm hingga di pinggir luar piringan. Pada pupuk P, K dan Mg, pupuk ditabur secara merata dari jari-jari 1 m hingga jarak 3 m dari pangkal pohon (0.75-1.0 cm di luar piringan). Sedangkan pada pupuk B, pupuk ditaburkan secara merata dari tanaman pohon.    
            Dosis pemupukan sangat berguna pada tanaman kelapa sawit. Dosis pemupukan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan hara tanaman. Pupuk yang diberikan tidak boleh lebih atau kurang, sesuai dengan analisis kebutuhan pupuk yang telah dilakukan pada tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk berdasarkan umurnya tidak sama. Dosis pupuk yang harus diberikan pada umur tiga tahun adalah 344.6 kg/ha, pada umur empat sampai enam tahun sebanyak 686.2 kg/ha, pada tujuh sampai sembilan tahun sebanyak 794.2 kg/ha, pada umur sepuluh sampai empat belas tahun sebanyak 901.2 kg/ha, pada umur lima belas sampai delapan belas tahun sebanyak 722,2 kg/ha, dan dosis 608 kg/ha diberikan pada umur sembilan belas sampai dua puluh tahun (Sunarko 2009).

Organisasi Pemupukan

Pemupukan akan terlaksana dengan baik dengan adanya organisasi pemupukan, organisasi yang dimaksud adalah pengaturan tenaga, pengaturan suplai (terminal) besar/kecil (supply point), dan peralatan pemupukan. Pengaturan tenaga yang dimaksud adalah setiap regu pemupukan yang terdiri atas mandor, tukang pikul, dan tukang memupuk yang  biasanya beranggotakan wanita. Mandor bertugas mengatur perencanaan dan pelaksanaan pemupukan di setap blok. Tukang pikul bertugas sebagai pengecer pupuk pada terminal I (suplai besar), pada terminal II (suplai kecil) dan kepada regu pemupuk. Regu pemupuk bertugas untuk membenamkan/menabur pupuk ke setiap pohon sesuai dengan takaran dan dosis yang telah dianjurkan dengan tepat. Pengaturan suplai adalah sebagai tempat untuk mengambil pupuk. Setiap lima baris tanaman dibuat satu suplai besar sesuai dengan jumlah pohon dikalikan dosis pupuk menurut rekomendasi pemupukan. Selanjutnya dibuat rencana pengeceran pupuk per suplai besar dan ditentukan suplai kecil, sehingga regu pemupuk tidak terlalu jauh mengambil pupuk itu. Peralatan pemupukan adalah alat yang digunakan untuk memupuk yaitu, bakul atau ember plastik ukuran sepuluh kilogram, mangkok lateks atau mangkok bekas sabun pasta sebagai takaran pupuk, kain gendong dari belacu, alat pikulan lengkap denga talinya, sepatu bot dan cangkul untuk membuat lubang tempat pupuk (Mangoensoekarja dan Semangun 2000).


Pengawasan Pemupukan

Tindakan pengawasan sangat perlu diperhatikan karena walaupun para pekerja/anggota kelompok tani kelihatannya sudah melakukan kegiatan pemupukan dengan baik di bawah pengawasan mandor tapi tetap harus dilakukan pengawasan, karena bisa saja ada pekerja yang melakukan hal yang menyimpang dari standar operasional yang telah dibuat. Pengawasan pemupukan meliputi tepat dosis, tepat waktu, tepat cara dan tepat jenis. Waktu dan dosis pemupukan dilapangan perlu diawasi karena bisa saja tidak sesuai dengan standar yang telah diberikan. Pengawasan juga dilakukan terhadap daerah sebaran pupuk, realisasi pemupukan sesuai gambar/peta di setiap blok, dan hal yang tidak kalah penting adalah pengawan pada areal tepi blok. Biasanya regu pemupuk sulit untuk melakukan pemupukan didaerah ini sehingga kadang terbengkalai dan pemupukan dilakukan sembarangan sehingga pemupukan tidak sesuai dengan standar yang telah diberikan. Pengawasan yang baik dapat mewujudkan tercapainya produksi yang maksimal (Mangoensoekarja dan Semangun 2000).

DAFTAR PUSTAKA 


Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 100 hal.
Hartanto H. 2011. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Citra Media Publishing. 115 hal.
Lubis RE, Widanarko A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit . Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 296 hal.
Mangoensoekarja A, Semangun H. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press . 580 hal.
Sastrosaryono S. Budidaya Kelapa Sawit . Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka.      66 hal.
Pahan I. 2008. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Indopalma Wahana Hutama. 92 hal.
Sunarko. 2009. Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 142 hal.

PEMBIBITAN TANAMAN KELAPA SAWIT



Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang sangat diunggulkan saat ini sehingga masih  bisa  lebih dikembangkan, melihat dari prospek pasar dunia maupun dalam negeri. Luas  areal  perkebunan  kelapa sawit selalu  meningkat  dari  tahun  ke  tahun. Menurut data statistik tahun 2012 luas keseluruhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 9 271 039 ha sedangkan produksinya mencapai lebih dari 23 633 412 ton (Ditjenbun 2012). Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia selama tahun 2003 sampai 2009 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga status pengusahaan. Produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit Indonesia mancapai 15 ton ha-1 tahun-1, sedangkan rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit Indonesia selama periode tahun 2003 sampai 2009 adalah sebesar 3.27 ton ha-1 tahun-1. Rata-rata produktivitas minyak kelapa sawit terbesar pada perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 3.59 ton ha-1 tahun-1 disusul perkebunan besar negara (PBN) sebesar 3.48 ton ha-1 tahun-1 dan perkebunan rakyat (PR) sebesar 2.97 ton ha-1 tahun-1 (Fauzi et al. 2012).
Teknik budidaya yang mulai berkembang memicu minat investasi kelapa sawit di Indonesia. Salah satu bagian dari budidaya yang paling penting adalah pembibitan. Pembibitan merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan biji atau benih menjadi bibit yang siap untuk ditanam (Pardamean 2008). Sasaran pembibitan ini adalah menyediakan bibit kelapa sawit unggul dan siap ditanam di perkebunan. Selain itu, kegiatan ini memastikan ketersediaan bibit dalam jumlah yang cukup, berkualitas, dan tepat waktu dengan biaya yang ekonomis. Kondisi bibit unggul, baik secara genetik maupun fenotipe merupakan modal perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mendapatkan produktivitas dan mutu minyak kelapa sawit yang tinggi (Sunarko 2007).
Kondisi bibit unggul dapat diperoleh melalui dua tahapan pembibitan, yaitu pembibitan awal (prenursery) dan pembibitan utama (main nursery). Pada sebagian jenis tanaman termasuk kelapa sawit, proses pembibitan diperlukan karena dipandang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan penanaman benih langsung dilapangan (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005).
Tahapan pembibitan ini harus dilakukan dengan benar karena keberhasilan penanaman kelapa sawit di lapangan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat media tanam dan bibit yang digunakan. Hal ini akan mempengaruhi keuntungan dan kerugian perusahaan baik berupa dana, waktu, maupun tenaga. Inilah yang menjadi alasan pentingnya peranan pembibitan dalam keberhasilan perkebunan kelapa sawit.



TINJAUAN PUSTAKA

Bibit Tanaman Kelapa Sawit

Varietas Bibit Kelapa Sawit
         Bahan tanam yang banyak digunakan sebagai bibit kelapa sawit adalah benih. Pada umumnya benih yang akan ditanam berasal dari persilangan tanaman  induk dura x pisifera (D x P) yang disebut tenera. Pahan (2011) menjelaskan bahwa tanaman induk dura  berasal dari pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (1848) dan tanaman induk pisifera berasal dari berbagai sumber di Afrika. Perbedaan varietas tanaman dura, pisifera, dan tenera berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Deskripsi varietas kelapa sawit dura, pisifera, dan tenera
Varietas
Deskripsi
Dura
·      Tempurung tebal (2 – 8 mm).
·      Daging buah relatif tipis, yaitu 35 – 50% terhadap buah. Kernel besar kandungan minyak rendah.
·      Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.
Pisifera
·      Ketebalan tempurung sangat tipis.
·      Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura. Daging biji sangat tipis.
·      Tidak dapat diperbanyak tanpa dengan jenis lain.
Tenera
·      Hasil dari persilangan dura dan pisifera. Ketebalan tempurung tipis (0.5 – 4 mm).
·      Daging buah sangat tebal (60 – 96% dari buah).
·      Tandan buah lebih banyak.
Sumber: Fauzi et al. (2012)
Bibit kelapa sawit dapat juga dikembangkan dengan metode kultur jaringan (tissuee culture). Metode ini menghasilkan benih secara massal. Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplan) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar (Fauzi et al. 2012).

Morfologi Bibit Kelapa Sawit
         Benih yang telah berkecambah sempurna dapat dilihat setelah kecambah berumur kira-kira 14 sampai 21 hari. Benih yang telah berkecambah sempurna memiliki plumula (bakal daun) dan radikula (bakal akar). Bentuk plumula meruncing sedangkan bentuk radikula agak tumpul dan saling bertolak belakang. Pertumbuhan bibit pada minggu-minggu pertama sangat tergantung pada cadangan makanan di dalam endosperma (minyak inti). Daun pertama, kedua bahkan ketiga masih berbentuk tabung dan belum mempunyai helaian. Daun selanjutnya mulai membentuk helaian yang lanceolate (secara konvensional disebut daun pertama). Daun-daun selanjutnya mempunyai helaian yang lanceolate, bifid, dan akhirnya baru secara lengkap menjadi pinnate (Pahan 2012).


Pengecambahan Kelapa Sawit


Pengecambahan Bibit Kelapa Sawit
Menurut Sunarko (2007), benih kalapa sawit untuk calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Proses pengecambahan umumnya dilakukan sebagai berikut.
1.      Tangkai tanda buah dilepaskan dari spikeletnya.
2.      Tandan buah diperam selama tiga hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari tandannya dan peram lagi selama tiga hari.
3.      Buah dimasukkan ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Biji dicuci dengan air, lalu direndam dalam air selama 6 sampai 7 hari. Air rendaman diganti setiap hari. Selanjutnya biji tadi direndam dalam Dithane M-45 konsentrasi 0.2% selama 2 menit, lalu dikering anginkan.
4.      Biji kelapa sawit dimasukkan dalam kaleng pengecambahan dan disimpan dalam ruangan bertemperatur 390 C dengan kelembapan 60 - 70% selama 60 hari. Setiap tujuh hari, benih dikering anginkan selama tiga menit.
5.      Setelah 60 hari, benih direndam dalam air sampai kadar air 20 - 30% dan dikering anginkan lagi. Benih dimasukkan kedalam larutan Dithane M-45 0.2% selama 1 - 2 menit. Kemudian disimpan di ruangan bertemperatur 270 C. Setelah 10 hari, benih berkecambah. Biji yang berkecambah pada hari ke-30 tidak digunakan lagi.



Seleksi Kecambah Kelapa Sawit
Sebelum ditanam ke polybag, seleksi kecambah yang abnormal, patah, busuk, dan rusak. Cara yang mudah dan cepat untuk menentukan kualitas kecambah yang baru diterima salah satunya dengan “uji berat jenis”. Caranya seluruh kecambah dimasukkan ke dalam wadah berisi air jernih. Kecambah yang abnormal biasanya mengambang (Lubis dan Widanarko 2011).
Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ciri-ciri kecambah yang baik dan layak untuk ditanam antara lain:
a.       Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan warna plumula keputih-putihan.
b.      Ukuran radikula lebih panjang daripada plumula.
c.       Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah.
d.      Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan panjang plumula 3 cm.


Persiapan Pembibitan

Sistem Pembibitan
Sistem pembibitan kelapa sawit meliputi perkecambahan, persemaian, dan pembibitan. Metode persemaian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian dalam bentuk bedengan dan persemaian dengan polybag               (Tim Bina Karya Tani 2009).
Sistem pembibitan kelapa sawit menggunakan polybag dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembibitan dua tahap (prenursery dan main nursery) dan pembibitan cara satu tahap (Setyamidjaja 2006).


Lokasi Pembibitan
Menurut Hartanto (2011), menyebutkan bahwa lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan antara lain :
1.      Areal memiliki topografi yang rata (kurang dari 15%) dan berada ditengah kebun.
2.      Dekat dengan sumber air.
3.      Memiliki akses jalan yang baik sehingga memudahkan dalam pengawasan. Untuk 1 ha pembibitan diperlukan jalan pengawasan sepanjang 200 m x 5 m.
4.      Terhindar dari gangguan hama, penyakit, ternak, dan manusia.
5.      Tidak jauh dari areal yang akan ditanami.
6.      Tidak terlalu jauh dengan sumber tanah (top soil) untuk mengisi polybag.


Persiapan Areal pembibitan
Menurut Pahan (2012), persiapan areal dan program pembibitan dapat dibagi menjadi 3 bagian utama antara lain :
1.      Pembersihan tapak pembibitan : Tapak harus dibersihkan dari semak belukar selebar 50 m. Luas tapak pembibitan tergantung pada rencana penanaman di lapangan, jarak tanam bibit, dan umur bibit yang akan ditanam.
2.      Tata letak dan jadwal operasional persemaian : Areal persemaian harus satu kompleks dengan pembibitan utama, tetapi harus di luar jangkauan siraman sprinkler atau sistem irigasi lain di pembibitan utama. Kegiatan pembangunan dan perawatan persemaian meliputi  membangun bedengan dan naungan, membangun gudang, memasang sistem instalasi air, mengisi dan menyusun polybag di bedengan, menanam kecambah, perawatan semai.
3.      Persiapan rencana tata letak dan jadwal operasional pembibitan utama : Program operasional pembibitan direncanakan dengan mempertimbangakan beberapa faktor yang harus diperhatikan meliputi pemilihan sistem irigasi yang akan dipakai, tata letak dari sistem irigasi yang dipilih, jarak tanam bibit, lebar jalan dalam hubungannya dengan populasi bibit per petak.


Kebutuhan Kecambah
Kebutuhan kecambah adalah 140% dari jumlah bibit yang akan ditanam meliputi seleksi kecambah 2.5%, seleksi di prenursery 10%, seleksi di main nursery 15%, cadangan penyisipan 5% sehingga kebutuhan kecambah yang diperlukan untuk pembibitan adalah 1.40 x jumlah pohon ha-1 (Hartanto 2011).


Penyiapan Polybag dan Media Tanam
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik misalnya tanah bagian atas (top soil). Tanah yang digunakan harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan penyakit, pelarut, residu, bahan kimia). Pada tahap pembibitan pendahuluan polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, dan tebal 0.07 mm. Disetiap polybag dibuat lubang berdiameter 0.3 cm sebanyak 12 samapi 20 lubang. Pada tahap pembibitan utama digunakan polybag warna hitam dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 37 sampai 40 cm dan tebal 0.2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang diameter 0.5 cm sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dari bawah polybag (PPKS 2003).


Pembibitan Awal (Prenursery)
Bedengan. Bedengan dibuat dengan cara meninggikan permukaan tanah atau membuat parit drainase pembatas selebar 50 cm dan dalam 15-20 cm sehingga terbentuk bedengan berukuran lebar yang dapat memuat 12 polybag dan panjang 10 sampai 12 m (Syakir et al. 2010).
Naungan. Naungan di pembibitan awal berfungsi untuk mencegah bibit kelapa sawit terhadap sinar matahari secara langsung, menghindari terbongkarnya tanah di polybag akibat terpaan air hujan. Dalam pembuatan naungan perlu diatur intensitas penerimaan cahaya matahari yang masuk. Persentase penaungan dapat dilihat pada Tabel 2.



Tabel 2 Pengaturan naungan di prenursery
Umur (bulan)
Naungan (%)
   0 - 1.5
100
1.5 - 2.5
50
      > 2.5
Naungan dihilangkan secara bertahap
Sumber: PPKS (2003)
Penanaman Kecambah. Dua hari menjelang penanaman kecambah, polybag yang berisi media tanam harus disiram. Permukaan media tanamnya digemburkan dengan jari telunjuk atau ibu jari, lalu dibuat lubang untuk meletakkan kecambah. Ketika menanam, radikula harus mengarah ke bawah dan plumula mengarah ke atas. Kecambah diletakkan sedalam 2 cm di bawah permukaan tanah, kemudian tanahnya diratakan kembali hingga menutup kecambah tersebut (Sunarko 2007).   


Pembibitan Utama (Main Nursery)
Persiapan dan Pengolahan Tanah. Persiapan dilakukan dengan meratakan areal menggunakan buldozer. Tanah dikikis setebal ± 10 cm dikumpulkan ke bagian tepi areal. Tanah hasil kikisan dapat digunakan sebagai media tanam (PPKS 2003).
Instalasi Penyiraman. Faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan pembibitan adalah kemampuan menyediakan air untuk bibit dalam jumlah yang cukup dengan jaringan irigasi yang baik. Sistem penyiraman dengan sprinkler dianjurkan pada areal dengan ketersediaan air yang cukup.untuk menjamin distribusi air yang merata diperlukan juga pompa air yang baik. Selain itu, penataan sprinkler yang baik sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan penyiraman (PPKS 2003).
Pemancangan. Pola tanam yang digunakan adalah pola tanam segitiga sama sisi misal dengan jarak tanam 90 cm x 90 cm x 90 cm. Jumlah bibit yang diperlukan tergantung pada jarak tanam yang digunakan (PPKS 2003).
Pengisian Tanah ke Polybag. Tanah yang digunakan untuk pengisian polybag diusahakan tanah yang kering untuk memudahkan pengayakan. Pengisian tanah dilakukan sampai 3 cm dari permukaan polybag. Rata-rata bobot tanah untuk setiap polybag ± 20 kg. Setelah pengisian, media perlu disiram setiap hari selama 7 sampai 10 hari sebelum penanaman (PPKS 2003).
Pembuatan Lubang pada Polybag. Media tanam perlu disiram air sampai jenuh sehari sebelumnya, lubang tanam dibuat ditengah polybag dengan kedalaman disesuaikan dengan ukuran polybag kecil. Pada setiap lubang diberi pupuk NPKMg 15:15:6:4 sebanyak 5 g (PPKS 2003).

Penanaman Bibit. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam setelah kantong polybag kecil dibuang. Tanah disekeliling lubang ditekan padat merata, selanjutnya dilakukan penambahan tanah sampai sebatas leher akar. Penanaman bibit harus terorganisasi dengan baik, setiap jenis persilangan ditanam mengelompok.  Jenis persilangan satu sama lain harus diberi tanda yang jelas dan diberi papan nama dilapangan (PPKS 2003).


Pemeliharaan Pembibitan

Menurut Pahan (2012),  pemeliharaan pembibitan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan program pembibitan. Tanpa pemeliharaan yang baik, bibit yang unggul sekali pun tidak akan bisa mengekspresikan keunggulan dan semuanya akan sia-sia.

Pemeliharaan Prenursery
         Persemaian merupakan periode kritis. Kecerobohan dalam pemeliharaan penyemaian dapat menyebabkan kecambah mati (tidak tumbuh).
a.       Penyiraman: Penyiraman dilakukan secara manual, disiram dua kali sehari pagi dan sore. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor       (Pahan 2012).
b.      Penyiangan Gulma: Penyiangan gulma dalam polybag dilakukan dua minggu sekali, termasuk menambah tanah ke kantong bibit yang miring dan tersembul akarnya (Pahan 2012).
c.       Pemupukan: Pemberian pupuk majemuk dan urea dalam bentuk larutan dilakukan setelah semai berumur 1 bulan dengan interval waktu setiap minggu dengan dosis 50 cc larutan 0.2% urea pada minggu 1 dan 3, 50 cc larutan 0.2% NPK 15:15:6:4 pada minggu 2 dan 4. Aplikasi pupuk NPK coated yang controlled-release seperti Meister MX 20 6 14 + 3 Mg + TE sebanyak              5 g/semai dapat memecahkan masalah karena cukup diberikan sekali pada saat tanam kecambah dan sekali pada saat alih tanam ke pembibitan utama     (Pahan 2012).
d.      Hama dan Penyakit: Serangan hama dan penyakit selama di prenursery umumnya belum ada. Jika ada, dapat diberantas dengan hand picking (diambil menggunakan tangan) (Sunarko 2007).
e.       Seleksi Semai: Bibit yang tumbuh abnormal (kerdil, daun tegak kaku, memanjang, atau daun tidak berkembang baik), patah, busuk, atau terserang penyakit dicabut dan dimusnahkan. Seleksi dilakukan dua kali yaitu pada umur sekitar 1.5 bulan dan pada saat pemindahan ke pembibitan utama (Syakir et al. 2010).
f.       Pemindahan dan Pengangkutan Bibit: Pemindahan bibit dari pembibitan awal dilakukan pada saat bibit berumur  2.5 sampai 3 bulan dengan jumlah daun 3 sampai 4 daun. bila areal pembibitan awal berdekatan dengan pembibitan utama maka bibit yang akan ditanam dapat diangkut menggunakan kotak kayu dengan ukuran 70 cm x 50 cm x 20 cm (PPKS 2003).

Pemeliharaan Main Nursery
         Menurut Pahan (2012), pemeliharaan pembibitan utama (main nursery) merupakan kelanjutan dari pemeliharaan penyemaian (prenursery). Pemeliharaan pembibitan utama harus tetap dilakukan dengan hati-hati. Perawatan yang baik akan meningkatkan vigor bibit yang nantinya akan berdampak pada peningkatan produksi pada tahun pertama menghasilkan.
a.       Pengisian dan Penyusunan Polybag: Tempat yang digunakan untuk pembibitan utama adalah kantong plastik polythene hitam tahan sinar ultra violet dengan ukuran 42.5 cm × 50 cm.  Kantong diisi sekitar 20 kg tanah lapisan atas (top soil) yang telah dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1 sampai setinggi sekitar 1 cm dari bibit kantong. Kantong disusun di areal pembibitan yang telah dibersihkan dengan jarak tanam         90 cm × 90 cm × 90 cm berbentuk segi tiga sama sisi diukur dari pusat kantong (Pahan 2012).
b.      Transplanting: Pemindahan semai ke kantong besar dilakukan pada umur 3 sampai 4 bulan. Sebelum diecer ke dekat kantong besar, semai disiram terlebih dahulu. Kantong plastik semai dipotong (dikoyak) pada bagian dasarnya dan dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibuat dalam kantong besar. Tanah di sekitar semai dipadatkan dengan jari sehingga permukaan tanah antara semai harus rata dengan tanah dalam kantong besar (Pahan 2012).
c.       Penyiraman: Rata-rata kebutuhan air di pembibitan setara dengan curah hujan 3.4 mm hari-1 (2.25 liter per polybag). Penyiraman tidak perlu dilakukan jika turun hujan pada hari tersebut dengan curahan minimum 8 mm (Pahan 2102).
d.      Mulching: Untuk menghindari memadatnya permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan mengatur kelembaban tanah pada musim kemarau, permukaan tanah harus ditutup dengan mulsa. Mulsa yang digunakan bisa berupa cangkang biji sawit (limbah pabrik) sebayak 1 kg polibag-1 atau cacahan daun alang-alang dan sejenisnya (Sunarko 2007).
e.       Pengendalian Gulma: Dilakukan satu bulan sesudah penanaman di pembibitan utama dan dilakukan terus-menerus sampai bibit berumur 11 bulan karena pertumbuhan gulma sudah tertekan oleh pengaruh naungan bibit. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dua rotasi per bulan. Pada umumya pengendalian gulma di pembibitan utama dilakukan di dalam kantong dan diantara kantong (Pahan 2012).
f.       Pemupukan: Pada umumnya pemupukan bibit kelapa sawit dilakukan menggunakan pupuk majemuk NPKMg. Penambahan unsur lain dilakukan jika terdapat gejala defisiensi. Jenis pupuk yang dipakai ialah jenis pupuk majemuk NPKMg 15:15:6:4 sampai umur ± 5 bulan dan selanjutnya dipakai pupuk majemuk NPKMg 12:12:17:2. Jadwal dan dosis pemupukan dapat dilihat pada Tabel 3 (PPKS 2003).






Tabel 3 Rekomendasi pemupukan bibit kelapa sawit
Umur (minggu)
Jenis dan Dosis Pupuk
Urea
15:15:6:4
(g/bibit)
12:12:7:2
(g/bibit)
Kieserite
(g/bibit)
Pembibitan awal :
4 – 12
2 g/liter air/100 bibit
2.5
-
-
Pembibitan utama :
14 dan 15
-
2.5
-
-
15 dan 16
-
5.0
-
-
17 dan 18
-
7.5
-
-
20 dan 22
-
10.0
-
-
24, 26, 30, 32
-
-
10.0
5.0 (pada 26, 32 MST)
34, 36, 38, 40
-
-
15.0
7.5 (pada 36, 40 MST)
42, 44, 46, 48
-
-
20.0
10.0 (pada 44,48 MST)
50 dan 52
-
-
25.0
10.0 (pada 52 MST)
 Sumber : PPKS (2003)

g.      Pengendalian Hama dan Penyakit: Tindakan preventif untuk mengendalikan hama dan penyakit di pembibitan kelapa sawit umumnya tidak dianjurkan sehingga sangat penting untuk mengetahui hama dan penyakit umum di pembibitan (Pahan 2012).
h.      Seleksi Bibit: Seleksi bibit di pembibitan utama merupakan pekerjaan untuk menyingkirkan atau memusnahkan bibit yang abnormal dan mempertahankan bibit yang bermutu baik dan sehat untuk dialihtanamkan ke lapangan. Persentase seleksi dari persemaian sampai dengan ditanam di lapangan tergantung dari jenis bibit dan rekomendasi dari institusi penghasil benihnya. Jadwal seleksi di pembibitan utama harus tepat dan umumnya dilakukan 3 sampai 4 kali. Semakin ketat seleksi yang dilakukan, mutu bibit yang dihasilkan juga akan semakin baik. Jadwal seleksi dan umur tanaman dilakukan sebagai berikut.
·   Seleksi I             : umur 3 sampai 4 bulan (saat alih-tanam).
·   Seleksi II            : umur 6 bulan.
·   Seleksi III          : umur 8 bulan.
·   Seleksi IV          : saat akan dialihtanamkan ke lapangan (Pahan 2012).





DAFTAR PUSTAKA

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan (Tree Crop Estate Statistic) 2010-2012. Jakarta (ID):  Direktorat Jendral Perkebunan.
Fauzi Y, Erna Y, Satyawibawa I, Hartono R. 2012. Kelapa Sawit. Depok (ID):  Penebar Swadaya.
Hartanto H. 2011. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Citra Media Publishing.
Lubis RE, Widanarko A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agro Media.
Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Pahan I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka.
PPKS. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Medan (ID): PPKS.
Setyamidjaja D. 2006. Seri Budi Daya Kelapa Sawit: Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Syakir M, David A, Poeloengan Z, Syafarudin, Rumini W. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Bogor (ID): Aska Media.
Tim Bina Karya Tani. 2009. Tanaman Kelapa Sawit. Bandung (ID): CV Yrama Widya.