Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas terbesar negara Indonesiayang telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai sektor dalam menjalankan perekonomiandi Indonesia. Jika ditelusuri lebih lanjut, Indonesia masih dalam peringkatkedua pengusahaan terbanyak lahan kelapa sawit di dunia setelah Malaysia. Halini dapat diwujudkan karena sebagian besar lahan Indonesia sangat cocok untukpertanian kelapa sawit. Menurut data Direktorat Jenderal
Perkebunan tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit tahun
2005 sebesar 5
453 817 ha sedangkan
pada tahun 2011 luas arealnya sebesar 8 992 824 ha. Jadi, ada peningkatan
sebesar 64.89% luas areal perkebunan
kelapa sawit dari tahun 2005 hingga tahun 2011. Menurut
data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2012, produksi tanaman kelapa sawit
selama empat tahun terakhir juga ada peningkatan, pada tahun 2008 sebesar 17 539
788 ton dan pada tahun 2012 naik menjadi 26 015 518 ton sedangkan produktivitas
kelapa sawit pada tahun 2008 sebesar 3
424 kg/ha naik menjadi 3 722 kg/ha pada tahun 2012.
Kelapa
sawit memiliki banyak peran dalam menjalankan kehidupan manusia. Produk akhir
kelapa sawit banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti minyak goreng,
sabun, mentega dan keperluan lain bahkan bahan mentah seperti CPO juga sering
diekspor ke luar negeri untuk digunakan sebagai bahan baku industri. Selain itu,
pengolahan lebih lanjut minyak kelapa sawit sangat berguna untuk digunakan
sebagai pengganti bahan bakar fosil. Minyak kelapa sawit juga merupakan minyak
nabati yang sangat bermanfaat karena susunan dan kandungan gizi yang dimiliki
sangat lengkap.
Kebutuhan
terhadap kelapa sawit menjadikan sektor ini sebagai prospek yang cerah untuk dikembangkan sehingga
diperlukan keterampilan dalam mengelola dan memanfaatkan kelapa sawit agar
sesuai dengan yang diharapkan. Banyak aspek yang perlu diperhatikan dan
dipelajari lebih lanjut dalam pengelolaan kelapa sawit.
Pertumbuhan
dan perkembangan sangat perlu diperhatikan dalam mengelola kelapa sawit baik
dari faktor tanah maupun kebutuhan hara yang cukup, hal ini juga akan
menentukan tingkat produksi kelapa sawit. Tingkat produksi yang tinggi dapat
diwujudkan jika kebutuhan hara kelapa sawit terpenuhi. Dalam hal ini, manajemen
pemupukan sangat berperan penting. Manfaat pemupukan adalah melengkapi
persediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan
pada akhirnya tercapai daya hasil (produksi) yang maksimal. Pupuk juga
menggantikan unsur hara yang hilang karena pencucian dan terangkut (dikonversi)
melalui produk yang dihasilkan (TBS), serta memperbaiki kondisi tanah agar baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit.
Pemupukan
Pemupukan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu investasi
penting pengusahaan tanaman kelapa sawit guna pencapaian produksi tandan buah
segar (TBS) yang setinggi-tingginya dan ekonomis. Pemupukan tanaman bertujuan
untuk menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif
sehingga diperoleh hasil yang maksimal (Hartanto 2011). Menurut Sastrosaryono
(2003) hasil penelitian menunjukkan pemupukan mutlak dilakukan karena secara
nyata bisa meningkatkan produksi dan tetap menjaga stabilitas tanaman.
Pemupukan
merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan
unsur hara tanah yang dibutuhkan tanaman. Dengan adanya pemupukan, tanaman
dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal. Namun, sekadar melakukan
pemupukan tidaklah cukup. Tidak sedikit orang yang kecewa karena tanamannya
tetap kurus meski sudah dijejali berbagai macam pupuk. Adapula tanaman yang
tumbuh subur, tetapi tak kunjung berbuah. Kalaupun bisa berbuah, buahnya tak
mampu bertahan sampai siap panen. Bahkan, tak jarang ada tanaman yang mati
setelah dipupuk. Intinya pemupukan akan sia-sia jika tidak melalui prosedur
yang benar (Agromedia 2007).
Efesiensi
pemupukan perlu mempertimbangkan hubungan antara unsur hara dan pertumbuhan
tanaman. Efisiensi pemupukan dapat dihitung berdasarkan kenaikan bobot kering
biomassa untuk setiap satuan bobot unsur hara dalam bahan pupuk. Selain itu,
efisiensi pemupukan juga dapat ditaksir berdasarkan jumlah unsur hara yang
diserap tanaman dari setiap satuan jumlah unsur hara yang ditambahkan (Lubis
dan Widanarko 2011). Jumlah unsur hara yang ditambahkan melalui pupuk harus
memperhitungkan kehilangan hara akibat pencucian, penguapan, penambahan hara
dari tanaman penutup tanah (cover crop),
hara yang terikat dari udara, serta potensi fisik dan kimia tanah (Sastosaryono
2003).
Aspek pemupukan tanaman kelapa sawit menghasilkan
Apabila
pemupukan dilakukan dengan cara yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerugian
oleh sebab itu, pemupukan harus dilaksanakan secara efektif dan efesien (Pahan 2008).
Hal
yang dilakukan sebelum pemupukan adalah pengambilan contoh daun. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan contoh yang mewakili, mempersiapkan contoh daun
dengan baik untuk dikirim ke laboratorium, menganalisis daun dengan jenis
defisiensi hara (N, P, K, atau Mg) sebagai acuan rekomendasi pemupukan yang
tepat (Pahan 2008). Sunarko (2009) menyatakan kegiatan pemupukan harus
memperhatikan beberapa prinsip yaitu, tepat jenis, tepat waktu, tepat cara dan
tepat jumlah (dosis).
Jenis pupuk untuk tanaman kelapa
sawit dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
jenis. Pertama, pupuk tunggal. Jenis pupuk ini digolongkan ke dalam pupuk
yang hanya mengandung satu jenis hara
utama yaitu N, P,K , Mg, dan Ca. Pupuk tunggal merupakan pupuk yang paling umum
dalam pemupukan kelapa sawit, utamanya untuk tanaman menghasilkan. Pupuk N yang
umum digunakan adalah urea, pupuk P yang umum untuk tanaman kelapa sawit adalah
Rock Phospate (RP), sumber K yang banyak digunakan adalah pupuk MOP (KCL), dan
hara Mg yang banyak dipakai adalah Dolomit. Jenis pupuk kedua adalah pupuk
campuran. Beberapa pupuk tunggal dapat dicampur menjadi pupuk campur untuk
memperoleh kebutuhan hara secara khusus dan mengurangi biaya aplikasi.
Keuntungan pupuk campur adalah bahwa seluruh kebutuhan hara yang diperlukan
tanaman dapat diberikan dalam satu rotasi pemupukan. Jenis pupuk yang ketiga adalah
pupuk majemuk/tablet. Pupuk majemuk berisi beberapa unsur hara yang
dikombinasikan dalam satu formulasi. Keuntungan aplikasi pupuk majemuk adalah
bahwa semua unsur hara utama diaplikasikan dalam satu rotasi pemupukan. Jenis
pupuk yang terakhir adalah pupuk yang paling lambat tersedia atau pupuk organik
(Hartanto 2011).
Berdasarkan waktu pemupukan,
pemupukan biasanya dilakukan sebanyak dua kali per tahun, yakni pada awal musim
hujan (Oktober) dan akhir musim hujan (April). Setiap jenis pupuk memiliki waktu
pengaplikasian yang berbeda. Pupuk Rock phosphate (RP) tidak boleh diberikan
bersamaan dengan pupuk lainnya. Pupuk ZA, MOP, dan Kieserite diberikan dalam
waktu hampir bersamaan. Perbedaan waktu antara pemberian pupuk ZA dan Rock
Phosphate (RP) sekitar satu bulan. Pupuk ZA sebaiknya diberikan setelah
aplikasi pupuk RP Sunarko (2009).
Menurut Hartanto (2011) cara pemberian pupuk harus diperhatikan
secara saksama agar pemupukan dapat terlaksana secara efisien. Pemberian pupuk
pada tanaman menghasilkan (TM) harus dilakukan dengan beberapa cara sesuai
dengan jenis pupuknya untuk mencapai maksud tersebut. Cara penaburan yang
dilakukan pada pupuk N, pupuk N ditaburkan secara merata pada piringan mulai
jarak 50 cm hingga di pinggir luar piringan. Pada pupuk P, K dan Mg, pupuk
ditabur secara merata dari jari-jari 1 m hingga jarak 3 m dari pangkal pohon
(0.75-1.0 cm di luar piringan). Sedangkan pada pupuk B, pupuk ditaburkan secara
merata dari tanaman pohon.
Dosis pemupukan sangat berguna pada
tanaman kelapa sawit. Dosis pemupukan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
hara tanaman. Pupuk yang diberikan tidak boleh lebih atau kurang, sesuai dengan
analisis kebutuhan pupuk yang telah dilakukan pada tanaman kelapa sawit. Dosis
pupuk berdasarkan umurnya tidak sama. Dosis pupuk yang harus diberikan pada
umur tiga tahun adalah 344.6 kg/ha, pada umur empat sampai enam tahun sebanyak
686.2 kg/ha, pada tujuh sampai sembilan tahun sebanyak 794.2 kg/ha, pada umur
sepuluh sampai empat belas tahun sebanyak 901.2 kg/ha, pada umur lima belas
sampai delapan belas tahun sebanyak 722,2 kg/ha, dan dosis 608 kg/ha diberikan
pada umur sembilan belas sampai dua puluh tahun (Sunarko 2009).
Organisasi Pemupukan
Pemupukan akan
terlaksana dengan baik dengan adanya organisasi pemupukan, organisasi yang
dimaksud adalah pengaturan tenaga, pengaturan suplai (terminal) besar/kecil (supply point), dan peralatan pemupukan.
Pengaturan tenaga yang dimaksud adalah setiap regu pemupukan yang terdiri atas
mandor, tukang pikul, dan tukang memupuk yang
biasanya beranggotakan wanita. Mandor bertugas mengatur perencanaan dan
pelaksanaan pemupukan di setap blok. Tukang pikul bertugas sebagai pengecer pupuk
pada terminal I (suplai besar), pada terminal II (suplai kecil) dan kepada regu
pemupuk. Regu pemupuk bertugas untuk membenamkan/menabur pupuk ke setiap pohon
sesuai dengan takaran dan dosis yang telah dianjurkan dengan tepat. Pengaturan
suplai adalah sebagai tempat untuk mengambil pupuk. Setiap lima baris tanaman
dibuat satu suplai besar sesuai dengan jumlah pohon dikalikan dosis pupuk
menurut rekomendasi pemupukan. Selanjutnya dibuat rencana pengeceran pupuk per
suplai besar dan ditentukan suplai kecil, sehingga regu pemupuk tidak terlalu
jauh mengambil pupuk itu. Peralatan pemupukan adalah alat yang digunakan untuk
memupuk yaitu, bakul atau ember plastik ukuran sepuluh kilogram, mangkok lateks
atau mangkok bekas sabun pasta sebagai takaran pupuk, kain gendong dari belacu,
alat pikulan lengkap denga talinya, sepatu bot dan cangkul untuk membuat lubang
tempat pupuk (Mangoensoekarja dan Semangun 2000).
Pengawasan Pemupukan
Tindakan pengawasan sangat perlu diperhatikan karena walaupun
para pekerja/anggota kelompok tani kelihatannya sudah melakukan kegiatan
pemupukan dengan baik di bawah pengawasan mandor tapi tetap harus dilakukan
pengawasan, karena bisa saja ada pekerja yang melakukan hal yang menyimpang
dari standar operasional yang telah dibuat. Pengawasan pemupukan meliputi tepat
dosis, tepat waktu, tepat cara dan tepat jenis. Waktu dan dosis pemupukan
dilapangan perlu diawasi karena bisa saja tidak sesuai dengan standar yang telah
diberikan. Pengawasan juga dilakukan terhadap daerah sebaran pupuk, realisasi
pemupukan sesuai gambar/peta di setiap blok, dan hal yang tidak kalah penting
adalah pengawan pada areal tepi blok. Biasanya regu pemupuk sulit untuk
melakukan pemupukan didaerah ini sehingga kadang terbengkalai dan pemupukan
dilakukan sembarangan sehingga pemupukan tidak sesuai dengan standar yang telah
diberikan. Pengawasan yang baik dapat mewujudkan tercapainya produksi yang
maksimal (Mangoensoekarja dan Semangun 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta (ID): PT
Agromedia Pustaka. 100 hal.
Hartanto H. 2011.
Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Citra Media
Publishing. 115 hal.
Lubis RE, Widanarko A. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit . Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 296
hal.
Mangoensoekarja A, Semangun H. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press . 580 hal.
Sastrosaryono S. Budidaya
Kelapa Sawit . Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 66 hal.
Pahan I. 2008. Panduan
Teknis Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Indopalma Wahana Hutama. 92
hal.
Sunarko.
2009. Budidaya Dan Pengelolaan Kebun
Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. 142 hal.