Friday, May 24, 2013

standar / pedoman ISPO

     ISPO ( Indonesia Sustainable Palm Oil) merupakan sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit  yang layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan yang di dasarkan pada  peraturan perundang-undangan di indonesia.  Pedoman ISPO ini mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/ 2011. Dalam standar/ pedoman ISPO mengacu pada 4 prinsip dasar  yakni;
    • Kepatuhan hukum
    • Kelayakan usaha
    • Pengelolaan lingkungan dan
    • Hubungan sosial
    Keempat prinsip dasar pengelolaan  dan pengolahan produk kelapa sawit  tersebut kemudian di rumuskan ke dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Sistem perijinan dan manajemen perkebunan
  2. Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit
  3. Pemantauan dan pengelolaan lingkungan
  4. Tangung jawab terhadap pekerja
  5. Tangung jawab sosial dan komunitas
  6. Pemberdayaan ekonomi masyarakat
  7. Peningkatan usaha secara berkelanjutan
    Ke  tujuh prinsip tersebut  kemudian di atur dalam pedoman  atau  standar ISPO yang ditetapkan  dalam Peraturan Menteri Pertanian  No. 19 / 2011  yang terdiri dari  39 (41) kriteria dan 128 Indikator. Adapun 39 (41) kriteria itu adalah sebagai berikut:


1.0. Sistem Perijinan dan Manajemen Perkebunan
1.1. Perizinan dan sertifikat.
Pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah.
1.2. Pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar
Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan
1.3. Lokasi Perkebunan
Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tataruang Wilayah Provinsi (RUTWP) atau Rencana Umum Tataruang Wilayah Kabupaten/Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang berlaku atau kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh pemerintah atau  pemerintah setempat.
1.4. Tumpang Tindih  dengan Usaha Pertambangan
Pengelola usaha Perkebunan apabila di dalam areal perkebunannya  terdapat Izin Usaha Pertambangan  harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
1.5. Sengketa Lahan dan Kompensasi
Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa lahan perkebunan yang digunakan  bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya. Apabila terdapat sengketa maka harus diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan sesuai dengan peraturan perundangan dan /atau ketentuan adat yang berlaku namun bila tidak terjadi kesepakatan maka penyelesaian sengketa lahan harus menempuh jalur hukum.
1.6. Bentuk Badan Hukum
Perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai bentuk badan hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.7. Manajemen Perkebunan
Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari.
1.8. Rencana dan realisasi pembangunan kebun dan pabrik
1.9. Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan yang berlaku dan
       pemangku kepentingan lainnya terkecuali  menyangkut hal yang patut dirahasiakan
 2.0.Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit
2.1.Penerapan pedoman teknis budidaya
2.1.1. Pembukaan lahan
  Pembukaan lahan yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air
2.1.3 Konservasi Terhadap Sumber dan Kualitas Air
2.1.3. Perbenihan
Pengelola perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan baku teknis perbenihan.
2.1.4. Penanaman pada lahan mineral
   Pengelola perkebunan harus melakukan penanaman sesuai baku teknis
2.1.5. Penanaman pada Lahan Gambut
Penanaman kelapa sawit pada lahan gambut dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik lahan gambut sehingga tidak menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan
2.1.6. Pemeliharaan tanaman
2.1.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengelola perkebunan harus menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Pedoman Teknis.
2.1.8. Pemanenan
Pengelola perkebunan melakukan panen tepat waktu dan dengan cara yang benar
2.2. Penerapan pedoman teknis pengolahan hasil perkebunan.
2.1.1. Pengangkutan Buah.
Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa TBS yang dipanen harus segera diangkut ke tempat pengolahan untuk menghindari penurunan kualitas.
2.1.2. Penerimaan TBS di Pabrik
Pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
2.2.3. Pengolahan TBS.
Pengelola pabrik harus merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS melalui penerapan praktek pengelolaan / pengolahan terbaik (GHP/GMP).
2.2.4. Pengelolaan limbah.
Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.2.5. Pengelolaan  Limbah B3
Limbah B3 merupakan limbah  yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, oleh karena itu harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
2.2.6. Gangguan dari Sumber yang tidak Bergerak
Gangguan sumber yang tidak bergerak  berupa baku tingkat kebisingan, baku tingkat getaran, baku tingkat kebauan dan baku tingkat gangguan lainnya ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/atau aspek keselamatan sarana fisik serta kelestarian bangunan.
2.2.7. Pemanfaatan limbah.
Pengelola Perkebunan/Pabrik harus memanfaatkan limbah untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.
3.0. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
 3.1. Kewajiban pengelola kebun yang memiliki pabrik
Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku.
3.2. Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL,UKL dan UPL.
Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL, UKL dan UPL  sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.3. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
3.4. Pelestarian biodiversity
Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keaneka ragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha perkebunannya
3.5. Identifikasi dan perlindungan kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi
Pengelola perkebunan harus melakukan identifikasi  kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi yang merupakan kawasan yang mempunyai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa  dengan tidak membuka untuk usaha perkebunan kelapa sawit.
3.6. Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK.
3.7. Konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi.
Pengelola perkebunan harus melakukan koservasi lahan dan menghindari erosi sesuai ketentuan yang berlaku.
 4.0. Tanggung Jawab  terhadap Pekerja
 4.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Pengelola perkebunan wajib menerapkan  Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 )
4.2. Kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja / buruh.
Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya.
4.3. Penggunaan Pekerja Anak dan Diskriminasi pekerja (Suku, Ras, Gender dan Agama)
Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi.
4.4. Pembentukan Serikat Pekerja.
Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan / buruh.
4.5. Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja
5.0. Tangung Jawab Sosial dan Komunitas
5.1. Tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan
Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan dan pengembangan potensi kearifan lokal.
 5.2. Pemberdayaan Masyarakat Adat/ Penduduk Asli
Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat adat/ penduduk asli.
 6.0.Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat
 6.1. Pengembangan Usaha Lokal
Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian / pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun.
7.0. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
7.1. Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial  ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan.
Cukup banyak  perusahaan perkebunan negara dan swasta yang sudah menerapkan dan memenuhi prisip-prinsip pengelolaan dan pengolahan  kebun kelapa sawit keberlanjutan tersebut namun sering dalam beberapa criteria yang masih kurang seperti :
      •  mekanisme penanganan sengketa lahan dan kompensasi
      •  mekanisme pemberian informasi
      •  pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity)
      •  identifikasi kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi
      •  mitigasi emisi Gas Rumah Kaca dan
      •  realisasi tangung jawab  sosial perusahaaan.
 http://gsconsultindonesia.com/

No comments:

Post a Comment