ISPO ( Indonesia Sustainable Palm Oil)
merupakan sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang layak
ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan yang di dasarkan pada
peraturan perundang-undangan di indonesia. Pedoman ISPO ini mengacu
pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/ 2011.
Dalam standar/ pedoman ISPO mengacu pada 4 prinsip dasar yakni;
- Kepatuhan hukum
- Kelayakan usaha
- Pengelolaan lingkungan dan
- Hubungan sosial
Keempat prinsip dasar pengelolaan dan
pengolahan produk kelapa sawit tersebut kemudian di rumuskan ke dalam
prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Sistem perijinan dan manajemen perkebunan
- Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit
- Pemantauan dan pengelolaan lingkungan
- Tangung jawab terhadap pekerja
- Tangung jawab sosial dan komunitas
- Pemberdayaan ekonomi masyarakat
- Peningkatan usaha secara berkelanjutan
Ke tujuh prinsip tersebut kemudian di
atur dalam pedoman atau standar ISPO yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pertanian No. 19 / 2011 yang terdiri dari 39 (41) kriteria
dan 128 Indikator. Adapun 39 (41) kriteria itu adalah sebagai berikut:
1.0. Sistem Perijinan dan Manajemen Perkebunan
1.1. Perizinan dan sertifikat.
Pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah.
1.2. Pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar
Perusahaan perkebunan
yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat
sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang
diusahakan
1.3. Lokasi Perkebunan
Pengelola perkebunan
harus memastikan bahwa penggunaan lahan perkebunan telah sesuai dengan
Rencana Umum Tataruang Wilayah Provinsi (RUTWP) atau Rencana Umum
Tataruang Wilayah Kabupaten/Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang
berlaku atau kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan
oleh pemerintah atau pemerintah setempat.
1.4. Tumpang Tindih dengan Usaha Pertambangan
Pengelola usaha
Perkebunan apabila di dalam areal perkebunannya terdapat Izin Usaha
Pertambangan harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
1.5. Sengketa Lahan dan Kompensasi
Pengelola perkebunan
harus memastikan bahwa lahan perkebunan yang digunakan bebas dari
status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya. Apabila terdapat
sengketa maka harus diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan
kesepakatan sesuai dengan peraturan perundangan dan /atau ketentuan adat
yang berlaku namun bila tidak terjadi kesepakatan maka penyelesaian
sengketa lahan harus menempuh jalur hukum.
1.6. Bentuk Badan Hukum
Perkebunan kelapa sawit
yang dikelola harus mempunyai bentuk badan hukum yang jelas sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.7. Manajemen Perkebunan
Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari.
1.8. Rencana dan realisasi pembangunan kebun dan pabrik
1.9. Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan yang berlaku dan
pemangku kepentingan lainnya terkecuali menyangkut hal yang patut dirahasiakan
2.0.Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit
2.1.Penerapan pedoman teknis budidaya
2.1.1. Pembukaan lahan
Pembukaan lahan yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air
2.1.3 Konservasi Terhadap Sumber dan Kualitas Air
2.1.3. Perbenihan
Pengelola perkebunan
dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan baku teknis perbenihan.
2.1.4. Penanaman pada lahan mineral
Pengelola perkebunan harus melakukan penanaman sesuai baku teknis
2.1.5. Penanaman pada Lahan Gambut
Penanaman kelapa sawit
pada lahan gambut dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik
lahan gambut sehingga tidak menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan
2.1.6. Pemeliharaan tanaman
2.1.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengelola perkebunan harus menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Pedoman Teknis.
2.1.8. Pemanenan
Pengelola perkebunan melakukan panen tepat waktu dan dengan cara yang benar
2.2. Penerapan pedoman teknis pengolahan hasil perkebunan.
2.1.1. Pengangkutan Buah.
Pengelola perkebunan
harus memastikan bahwa TBS yang dipanen harus segera diangkut ke tempat
pengolahan untuk menghindari penurunan kualitas.
2.1.2. Penerimaan TBS di Pabrik
Pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
2.2.3. Pengolahan TBS.
Pengelola pabrik harus
merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS melalui penerapan praktek
pengelolaan / pengolahan terbaik (GHP/GMP).
2.2.4. Pengelolaan limbah.
Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.2.5. Pengelolaan Limbah B3
Limbah B3 merupakan
limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungan hidup, oleh karena itu harus dilakukan upaya optimal
agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
2.2.6. Gangguan dari Sumber yang tidak Bergerak
Gangguan sumber yang
tidak bergerak berupa baku tingkat kebisingan, baku tingkat getaran,
baku tingkat kebauan dan baku tingkat gangguan lainnya ditetapkan dengan
mempertimbangkan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/atau aspek
keselamatan sarana fisik serta kelestarian bangunan.
2.2.7. Pemanfaatan limbah.
Pengelola Perkebunan/Pabrik harus memanfaatkan limbah untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.
3.0. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
3.1. Kewajiban pengelola kebun yang memiliki pabrik
Pengelola perkebunan
yang memiliki pabrik harus melaksanakan kewajiban pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku.
3.2. Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL,UKL dan UPL.
Pengelola perkebunan
harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL, UKL dan UPL sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.3. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
3.4. Pelestarian biodiversity
Pengelola perkebunan
harus menjaga dan melestarikan keaneka ragaman hayati pada areal yang
dikelola sesuai dengan ijin usaha perkebunannya
3.5. Identifikasi dan perlindungan kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi
Pengelola perkebunan
harus melakukan identifikasi kawasan yang mempunyai nilai konservasi
tinggi yang merupakan kawasan yang mempunyai fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa dengan tidak membuka untuk
usaha perkebunan kelapa sawit.
3.6. Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK.
3.7. Konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi.
Pengelola perkebunan harus melakukan koservasi lahan dan menghindari erosi sesuai ketentuan yang berlaku.
4.0. Tanggung Jawab terhadap Pekerja
4.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Pengelola perkebunan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 )
4.2. Kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja / buruh.
Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya.
4.3. Penggunaan Pekerja Anak dan Diskriminasi pekerja (Suku, Ras, Gender dan Agama)
Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi.
4.4. Pembentukan Serikat Pekerja.
Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan / buruh.
4.5. Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja
5.0. Tangung Jawab Sosial dan Komunitas
5.1. Tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan
Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan dan pengembangan potensi kearifan lokal.
5.2. Pemberdayaan Masyarakat Adat/ Penduduk Asli
Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat adat/ penduduk asli.
6.0.Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat
6.1. Pengembangan Usaha Lokal
Pengelola perkebunan
memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian / pengadaan barang dan
jasa kepada masyarakat di sekitar kebun.
7.0. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
7.1. Pengelola
perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial
ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan
rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan.
Cukup banyak perusahaan perkebunan
negara dan swasta yang sudah menerapkan dan memenuhi prisip-prinsip
pengelolaan dan pengolahan kebun kelapa sawit keberlanjutan tersebut
namun sering dalam beberapa criteria yang masih kurang seperti :
- mekanisme penanganan sengketa lahan dan kompensasi
- mekanisme pemberian informasi
- pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity)
- identifikasi kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi
- mitigasi emisi Gas Rumah Kaca dan
- realisasi tangung jawab sosial perusahaaan.
http://gsconsultindonesia.com/
No comments:
Post a Comment